SERANG, bbiterkini.com - Direktur Utama Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) yang juga Sekjen Mata Hukum, Mukhsin Nasir SH. Ist., menyeroti sikap Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang yang telah mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) melalui Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten soal kasus Muhyani yang bela diri hingga membuat si maling tewas.
Keputusan Kejari Serang itu setidaknya ada 2 hal yang mendasari dikeluarkannya SKP2. Pertama, Muhyani dinilai melakukan pembelaan terpaksa (noodweer) sesuai Pasal 49 ayat (1) KUHP. Kedua, berdasarkan hasil visum et repertum, 14 Desember, Waldi tidak meninggal seketika, tetapi di persawahan lantaran tidak mendapatkan pertolongan.
Dengan tegas, Mukhsin Nasir mengatakan, SKP2 yang dikeluarkan oleh Kejari Serang tersebut akibat kecerobohan penyidik dan ketidak cermatan Kejari Serang sehingga membuat pekerjaan berat yang harus di lakukan oleh Kajati Banten Didik Farihan dengan menerbitkan SKP2.
Sebagai pemerhati huku, ia mengapresiasi tindakkan yang diambil Kejati Banten karena sudah menjawab keresahan serta menjaga nama baik institusi Kejaksaan atas kecerobohan dan kelalaian antara Kapolresta Serkot sebagai penyidik dan Kajari Serang sebagai lembaga penuntut umum tertinggi.
Seharusnya kata Mukhsin Nasir, Kejari Serang dari awal menolak atau memberi saran petunjuk kepada penyidik bahwa perkara tersebut layak atau tidak untuk dilanjutkan. melihat apa yang saat ini terjadi adalah dimana kesalahan dalam penanganan hukum oleh penyidik namun harus dibebankan ke Kejati Banten.
“Pihak kejaksaan menurut saya tidak sepatutnya mengajak pihak Polres melakukan hal seperti ini, seolah kesalahan ini hanya semacam kegembiraan diantara Kejaksaan dan Polres, hanya sebatas pentas dimata publik tanpa memikirkan telah terjadi prosedur hukum yang salah dan ceroboh hingga menimbulkan korban masyarakat mengalami tindakan hukum yang ceroboh dari pihak penyidik Polresta Serang Kota,” kata Direktur KPPAJA Muksin Nasir, Rabu (20/12/2023).
Lebih lanjut, dalam proses penyelesaian perkara pidana yang diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum harus adanya fungsi kejaksaan dengan baik sesuai dengan prosedur hukum untuk menciptakan proses peradilan yang baik, jujur, dan berjalan sesuai dengan undang-undang
Menurutnya, kasus kecerobohan penyidik ini, Kejaksaan dari awal saat nenerima pelimpahan berkas dari penyidik Polresta Serang Kota pada saat itu, Kejaksaan harus memiliki kepekaan dalam meneliti berkas perkara, menolak dan mengembalikan berkas penyidikan kepada penyidik sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia maupun KUHAP mengenai tugas dan kewenangan Kejaksaan, dan selain juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan ruang lingkupnya juga terdapat dalam KUHAP pasal 6 ayat (1) huruf b mengenai penyidikan dihentikan demi hukum.
Seharusnya Kajari Serang memiliki sense of crisis (kepekaan tolak) pada saat menerima pelimpahan berkas dari penyidik, memberi petunjuk kepada penyidik melalui pasal 49 bahwa kasus ini si tersangka Muhyani melakukan pembelaan diri.
“Kejari Serang harusnya punya sense of crisis, dalam perkara ini, walaupun ada korban tetapi karena tindakan Muhyani ini adalah bentuk pembelaan diri maka dapat mengesampingkan perbuatan pidananya atas pembenaran bahwa Muhyani melakun dengan dasar pembelaan diri terhadap si korban notabena adalah pelaku pencurian,” jelas Mukhsin Nasir.
Akibat kecerobohan penyidik dan ketidak cermatan Kejari Serang sehingga membuat pekerjaan terhadap Kejati Banten dengan dilakukannya gelar perkara, yang seharusnya beban itu ditanggung oleh pihak Polresta Serang Kota.
“Harusnya Polresta Serang Kota, kenapa itu harus dilakukan, agar melekatnya tanggung jawab penyidik bukan Kejaksaan yang mempertanggung jawabkan kelalaian dan kecerobohan yang sudah dilakukan oleh penyidik,” kata Mukhsin Nasir.
Masih kata Mukhsin Nasir, para Aparat Penegak Hukum (APH) ketika memutuskan atau menentukan seseorang menjadi tersangka semestinya harus meliat dari niat pelaku dan juga unsur tindakan pelaku.
“Kalau kita bicara perbuatan pidana, hal yang semestinya diperhatikan oleh APH ini, kita harus lihat Mens Rea (niat jahat) dan Actus Reus (unsur tindakan). Jadi jangan main-main dengan hukum,” ujarnya.
Masih Mukhsin Nasir berharap, karena kasus ini sudah sempat viral dan menjadi pusat perhatian publik maka selayaknya pihak Kejagung dapat memberi sanksi kepada Kajari Serang agar ada keadilan penegakan hukum atas kelalaian oleh pihak Kejari Serang. Dan meminta Kapolri bersikap tegas terhadap Kapolres dan Penyidik atas kecerobohan serta ketidak cermatan dalam penanganan perkara.
“Tolong beri sanksi itu Kajari Serang dan termasuk kepada Bapak Kapolri agar bersikap tegas terhadap penanganan penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Serang Kota yang tidak cermat atau ceroboh dalam menangani kasus ini, artinya Kapolres dan Penyidik perlu diberi sanksi oleh pimpinan Polri,” harapan Mukhsin Nasir.
Menyinggung soal penegakkan hukum, dikatakan Mukhsin Nasir, bukan soal menangkap, menghukum, dan mentersangkakan orang karena yang paling utama dalam penegakan hukum adalah tercipta nya keadilan ada asas manfaat hukum “Artinya penegak hukum harus memiliki hati nurani, ini menjadi pelajaran dan catatan penting bagi penegak hukum kita yang ada di negeri Indonesia kita tercinta,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Rangga Adekresna mengatakan SKP2 dikeluarkan setelah melakukan ekspose atau gelar perkara di Kejati Banten. Ekspose dipimpin langsung Kajati Banten Didik Farkhan dan Aspidum Jefri Penangging Meakapedua serta Kejari Serang Yusfidly bersama jaksa penuntut umum Kejari Serang.
"Hasil ekspose, semua sepakat perkara atas nama Muhyani bin Subrata tidak layak untuk dilimpahkan ke pengadilan. Berdasarkan fakta perbuatan yang digali oleh jaksa penuntut umum, ditemukan bahwa telah terjadi 'pembelaan terpaksa (noodweer)' sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 49 ayat 1 KUHP," kata Kajati Banten Didik Farkhan dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/12/2023).
Didik mengatakan tindakan Muhyani selaku penjaga ternak kambing yang saat itu berjaga ketika Waldi melakukan pencurian adalah suatu bentuk 'pembelaan terpaksa'. Dia menjelaskan, secara hukum, seseorang yang melakukan perlawanan untuk mempertahankan harta benda miliknya atau melindungi harta benda orang lain dikelompokkan sebagai orang yang melakukan pembelaan terpaksa.
"Bahwa dalam berkas perkara terungkap bahwa Muhyani bin Subrata selaku penjaga kambing, berdasarkan Pasal 49 ayat 1 KUHP dapat melakukan pembelaan terpaksa atas harta benda milik sendiri maupun orang lain," jelas Didik.
Adapun bunyi Pasal 49 ayat 1 KUHP sebagai berikut:
Bahwa tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain.
(//Red)