Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Penerapan Dominus Litis di RKUHAP Dinilai Rawan Penyalahgunaan

Minggu, 09 Februari 2025 | 16.25.00 WIB Last Updated 2025-02-09T09:25:09Z

JAKARTA, bbiterkini – Asas dominus litis atau pengendali perkara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dinilai rawan akan penyalahgunaan. Dalam penerapannya juga memerlukan kehati-hatian serta prinsip keteguhan.


Asas dominus litis dalam hukum pidana menyatakan, Kejaksaan memiliki otoritas untuk menentukan apakah suatu perkara pidana akan diteruskan ke pengadilan atau tidak. 


Selain itu, Kejaksaan juga punya kewenangan menentukan jalannya perkara, termasuk dalam penentuan tuduhan, pembuktian, serta argumen hukum.


Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana, Indah Sri Utari dalam keterangannya, Sabtu, 08 Februari 2025.


“Pada dasarnya, prinsip-prinsip asas dominus litis dalam hukum pidana itu adalah kewenangan menentukan perkara. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan suatu perkara pidana akan diajukan ke pengadilan atau tidak,” ujarnya.


Dia menilai, kemungkinan adanya keterbatasan pengetahuan di pihak kejaksaan menjadi masalah. Potensi terjadinya penyalahgunaan asas tersebut juga menjadi masalah, karena bisa disalahgunakan oleh kejaksaan untuk menunda atau mengganggu proses jalannya peradilan.


“Jangan salah, di dalam sebuah peradilan pidana itu adalah sebuah sistem-sistem yang terdiri dari subsistem. Subsistem Kepolisian, yaitu penyidikan, Kejaksaan penuntutan, Pengadilan, yaitu hakim memutuskan perkara dan LP,” ujarnya.


Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu menambahkan, semua lembaga itu harus memiliki kewenangan yang sama dan bersinergi.


Sistem itu, kata dia, harus ditopang oleh subsistem yang sederajat karena jika ada dominasi kewenangan, maka bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan. 


“Mungkin juga di Kejaksaan ada kemungkinan terjadinya penundaan penuntutan, Kejaksaan bisa jadi menunda penuntutan terhadap seseorang tersangka tanpa alasan yang jelas. Sehingga memungkinkan tersangka untuk melarikan diri atau menghancurkan barang bukti,” tuturnya.


Di dalam sistem peradilan pidana itu juga perlu adanya due process of law (proses hukum yang adil, red). Selain itu, bisa saja terjadi penyalahgunaan penuntutan.


Menurut Indah, tak menutup kemungkinan kejaksaan bisa saja menyalahgunakan wewenang penuntutan untuk menghentikan penuntutan atau untuk menargetkan lawan politik maupun lawan bisnis.


Dia menganggap semua itu serba mungkin, karena dominasi, super atau pemberian kewenangan yang lebih dalam subsistem yang sama di dalam sistem peradilan pidana.


“Sehingga penerapan dominus litis di dalam Revisi KUHAP nanti perlu juga ke hati-hatian apalagi kalau asas dominus litis akan dimasukkan di dalam UU Kejaksaan. Karena ini perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah institusi yang menjadi super power yang kemudian menerapkan kehati-hatian di dalam proses penerapan sebuah sistem,” katanya. (*/red)