Ditulis oleh: Andrea Nanda Saputra
Serang, bbiterkini – Silaturahmi adalah nilai luhur yang telah lama dijunjung tinggi dalam budaya kita. Ia menjadi perekat hubungan antarmanusia, memperkuat ikatan sosial, dan menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, realitas modern menunjukkan bahwa tali silaturahmi tak selalu berjalan mulus. Ada banyak faktor yang menyebabkan hubungan antarindividu menjadi renggang, bahkan berjarak, baik secara fisik maupun emosional.
Kesibukan menjadi alasan paling umum. Tuntutan pekerjaan, aktivitas harian, dan tekanan hidup sering kali membuat seseorang merasa tidak punya cukup waktu untuk sekadar menyapa atau mengunjungi keluarga dan sahabat. Komunikasi yang dulu hangat perlahan berubah menjadi sekadar formalitas. “Apa kabar?” hanya menjadi basa-basi di media sosial tanpa niat untuk benar-benar bertemu.
Selain itu, perbedaan prinsip dan sudut pandang kerap kali menjadi penghalang dalam silaturahmi. Di era digital, di mana informasi beredar begitu cepat, perbedaan ideologi atau pandangan politik bisa memicu perpecahan. Hal ini semakin diperparah oleh media sosial yang sering kali memperuncing perbedaan alih-alih mempererat persaudaraan.
Tak jarang, luka lama yang belum sembuh juga menjadi alasan mengapa seseorang enggan menjalin kembali silaturahmi. Konflik kecil yang dibiarkan berlarut-larut dapat menumbuhkan rasa canggung, bahkan kebencian, hingga akhirnya membuat seseorang memilih menjauh. Padahal, ego yang dipelihara justru merugikan diri sendiri dan menghambat kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang rusak.
Namun, di balik semua tantangan ini, harapan untuk mempererat kembali silaturahmi selalu ada. Langkah kecil, seperti mengirim pesan lebih dulu, menyempatkan waktu untuk menelpon dan bertemu, atau sekadar memberikan perhatian, bisa menjadi awal yang baik untuk membangun kembali hubungan yang sempat merenggang.
Pada akhirnya, silaturahmi bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen untuk tetap menjaga hubungan baik meskipun ada rintangan. Mempererat tali silaturahmi berarti membuka pintu untuk lebih memahami, memaafkan, dan menerima perbedaan. Sebab, dalam kehidupan yang serba cepat ini, hubungan yang tulus dan penuh makna adalah harta yang tak ternilai.*****